Meski sudah ada suatu peraturan yang menetapkan kawasan dilarang merokok, upaya tersebut tampaknya belum cukup untuk melindungi anak dan remaja dari ancaman bahaya merokok.
"Dibutuhkan suatu peraturan yang lebih ketat, seperti misalnya penghentian iklan rokok, dan pelarangan penjualan rokok khususnya pada anak-anak dan remaja," kata Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo, saat acara Forum Dialog Konsumen, Sabtu (22/10/2011) kemarin di Jakarta.
Sudaryatmo menuturkan, jika dibandingkan dengan banyak negara maju atau tetangga (Malaysia), regulasi Indonesia masih jauh tertinggal. Menurut dia, penyusunan dan penerapan aturan yang lebih ketat tentang merokok sangat mendesak untuk dilakukan, mengingat target sasaran industri rokok saat ini fokus pada anak-anak remaja dan kaum perempuan.
"Problem utama di kita sebenarnya regulasi. Regulasi kita sangat ketinggalan dengan banyak negara. Bahkan, dengan Malaysia, kita juga ketinggalan. Kalau di sana (Malaysia), anak usia di bawah 18 tahun tidak boleh beli rokok," tegasnya.
Secara stastistik, kata Sudaryatmo, di negara maju seperti Australia, pertumbuhan perokok remaja cenderung turun, tetapi kalau di Indonesia angkanya terus naik. Tak heran jika industri rokok telah menjadikan Indonesia sebagai tulang punggung pertumbuhan rokok dan sumber pemasaran.
"Kalau negara itu regulasinya ketat, masyarakat akan terproteksi. Tapi, kalau regulasinya longgar seperti Indonesia, dia menjadi surga bagi industri rokok," cetusnya.
Ia melihat, kondisi yang terjadi di Indonesia saat ini menunjukkan bahwa masih ada upaya tarik menarik antara kubu kesehatan dan ekonomi.
"Sebenarnya ini tinggal pilihan pemerintah. Kalau pemerintah lebih mengutamakan aspek kesehatan ketimbang ekonomi maka permasalahannya akan selesai," tandasnya.
No comments:
Post a Comment