Penyakit kronis dan tidak menular menjadi penyebab utama kematian di wilayah Asia Tenggara. Perkembangan ekonomi negara yang berdampak pada kenaikan pendapatan per kapita penduduknya menjadi pemicu tingginya prevalensi penyakit ini.
”Penyakit kronis dan tidak menular merupakan pembunuh terbesar di dunia. Sekitar 80 persen kematian akibat penyakit kronis dan tidak menular terjadi di negara-negara dengan penghasilan rendah dan sedang,” kata Kenneth Thorpe, PhD, Direktur Eksekutif Kemitraan untuk Memerangi Penyakit Kronis, Selasa (21/6/2011) di Jakarta.
Ia menjadi pembicara pada lokakarya ”Meeting the Chronic Disease Challenge” yang dihadiri sekitar 50 orang, terdiri dari perwakilan negara-negara anggota ASEAN dan pakar kesehatan internasional dan regional. Dalam laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) disebutkan, empat penyakit kronis dan tidak menular yang paling banyak menyebabkan kematian adalah kanker, penyakit pernapasan kronis, penyakit jantung, dan diabetes. Pada tahun 2008 tercatat 2,7 juta orang di negara-negara anggota ASEAN meninggal akibat empat penyakit ini.
Thorpe mengatakan, kenaikan pendapatan per kapita ikut mengubah pola diet masyarakat. ”Mereka yang memiliki penghasilan lebih tinggi cenderung membeli dan mengonsumsi daging, telur, susu, atau makanan siap saji dibandingkan dengan makanan berserat,” kata Thorpe.
Tingkat kesadaran masyarakat untuk hidup sehat masih sangat rendah. Mereka yang berisiko terkena penyakit kronis adalah orang-orang yang merokok, mengonsumsi alkohol, makan makanan rendah serat dan tinggi lemak, serta kurang aktif melakukan kegiatan fisik. Mereka cenderung mengalami obesitas, tekanan darah tinggi, kadar gula darah tinggi, dan kadar kolesterol tinggi.
Selain kematian yang diperkirakan meningkat hingga 21 persen dalam kurun waktu 10 tahun mendatang, penyakit kronis dan tidak menular juga menyebabkan kerugian ekonomi suatu negara.
Kerugian ekonomi
Hasil riset Cameron Institute Kanada memperkirakan, Indonesia mengalami kerugian 37,2 miliar dollar AS per tahun sebagai dampak penyakit kronis dan tidak menular. Hal itu akibat meningkatnya biaya pelayanan kesehatan dan hilangnya produktivitas warga.
Thorpe mendesak pemerintah negara-negara di ASEAN agar segera meningkatkan kebijakan untuk menangani penyakit kronis secara efektif.
Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia Anna Ulfah Raharjoe mengatakan, negara-negara di Asia Tenggara menghadapi beban ganda. Saat negara-negara anggota ASEAN masih berjuang memerangi penyakit infeksi yang prevalensinya masih tinggi, penyakit kronis dan tidak menular muncul sebagai masalah baru yang mengancam kesehatan masyarakat. ”Sementara itu, anggaran untuk kesehatan masih jauh dari memadai,” katanya.
No comments:
Post a Comment