Minimnya edukasi membuat penderita asma sering kali tak mampu mengendalikan penyakitnya dengan baik. Asma yang diderita pun semakin gawat bahkan menyebabkan kematian.
Sesak napas hebat membuat penderita asma dilarikan ke instalasi gawat darurat atau dirawat di ruangan intensive care unit. Beberapa pasien meninggal sebelum tiba di rumah sakit.
”Kalau pasien bisa mengontrol sendiri asmanya, kejadian semacam itu tak perlu,” kata Heru Sundaru, pengajar Divisi Alergi Imunologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang juga dokter di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, pada simposium ”Allergy and Clinical Immunology Network (Jacin)” di Jakarta, Sabtu (4/6).
Bila harus dirawat, kata Heru, biaya pengobatan dan perawatan penderita asma bisa tinggi. Di Amerika Serikat, biaya pengobatan asma 500 dollar AS per orang (sekitar Rp 4,5 juta).
Asma juga menyebabkan turunnya produktivitas seseorang. Penurunan produktivitas kalau dihitung berdasarkan kerugian finansial di Amerika mencapai 6 miliar dollar AS atau sekitar Rp 54 triliun. ”Di Indonesia belum pernah ada survei terkait biaya pengobatan. Pendataan kita lemah,” kata Heru.
Terus meningkat
Seiring kemajuan ilmu dan teknologi serta gaya hidup modern, jumlah penderita asma di Indonesia terus meningkat, terutama pada anak. Penelitian para ahli alergi dan imunologi di Indonesia menyimpulkan, ada kenaikan jumlah penderita asma pada anak-anak sekolah.
Beberapa tahun lalu sekitar 4,2 persen dari 10.000 siswa terkena asma. Tahun ini naik menjadi 5,4 persen per 10.000 siswa yang diteliti.
Tingginya penderita asma tidak spesifik pada siswa dari golongan sosial ekonomi rendah, tetapi juga siswa dari keluarga mampu. ”Faktor penyebab asma sangat beragam. Bukan sekadar lingkungan yang polutif dan kotor, tetapi juga pola makan, gaya hidup, dan genetik,” kata Heru.
Pengajar pada Divisi Alergi dan Imunologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Syamsu, mengatakan, meski banyak acuan penanganan asma dari lembaga internasional, asma belum tertangani baik.
”Dokter perlu memberi edukasi publik bagaimana mengelola asmanya,” katanya. Penyuluhan berkala sebaiknya diberikan di klinik-klinik pengobatan. Pasien juga diimbau memeriksakan diri rutin ke dokter.
Obati sendiri
Menurut Syamsu, kegawatan asma terjadi karena penderita sering mencoba mengobati sendiri setelah ke dokter. Obat-obatan yang diberikan diteruskan sendiri tanpa kontrol dokter. Padahal, dosis dan jenis obat yang diberikan berkala harus diganti sesuai kondisi pasien.
Asma disebut terkontrol bila tak muncul gejala baik siang maupun malam, tak terjadi keterbatasan pada pasien akibat sesak napas, dan pemakaian obat semprot yang kian jarang.
No comments:
Post a Comment