Sehat atau sakit itu pilihan, demikian tanggapan yang saya terima dari suatu note yang pernah saya tulis. “Benar, saya setuju dengan Anda”, jawaban saya terhadap komentar itu. Memang kita sendiri yang menentukan dan bahkan bertanggung jawab terhadapp status kesehatan kita, mau sehat atau mau sakit. Sayang, kalau melihat gaya hidup sekarang, sadar atau tidak, kita lebih banyak memilih untuk sakit daripada sehat
Sebagai contoh, bahwa kita memilih untuk sakit adalah perilaku makan kita sendiri. Seperti yang saya amati ketika sedang sarapan pagi di suatu restoran di kawasan Pantai Kuta, yang sebagian besar tamu-tamunya adalah turis asing. Lebih dari 80 persen dari mereka yang sedang makan pagi waktu itu, secara gamblang saja, yang dapat dilihat dari penampilan fisik mereka yang berlemak, perut besar, buncit, baik laki-laki maupun perempuan adalah kegemukan dan obesitas.
Dan, yag lebih menarik lagi bagi saya adalah perilaku makan itu. Dalam hati saya bergumam, ini dia contoh perilaku makan yang mereka pilih sendiri yang hasilnya adalah sakit.
Kepada anak saya yang ikut sarapan pagi itu, saya katakan,” Kamu lihat bule-bule itu?”, apa komentar kamu tentang tingkah polah makan merka seperti itu?” ..”Ya Pak”, jawab anak saya. “Mereka memilih sakit dengan perilaku makannya”, komentar saya. “Kemudian, coba lihat bule yang super gendut itu Pak”, sambil menunjuk kepada seorang bule perempuan,yang berumur kira-kira 40 tahun. Saya lihat, bule itu sedang membawa dua piring penuh dengan aneka ragam makanan menuju meja makannya. Mungkin semua makanan yang tersaji waktu sarapan pagi itu ada juga dalam ke dua piringnya itu.
Sambil terus mengamati bule-bule yang lagi sarapan pagi , tidak sengaja saya melihat tiga orang bule di kolam renang yang persis berada di sisi luar ruang sarapan pagi itu. Satu orang sedang berenang gaya dada mengeliling sisi tepi kolam renang. Entah sudah berapa kali dia mengelilnginya, saya tidak tahu. Dua orang lagi berenang gaya bebas seperti berlomba dari satu tepi ke tepi lain kolam renang yang lumayan luas itu. “Hmmm, ini mereka yang memilih sehat, gumam saya dalam hati”. Mereka berenang sementara teman-teman lainnya melampiaskan nafsu makannya.
Saya masih belum beranjak dari tempat duduk, tingkah mereka yang sarapan itu menjadi menarik bagi saya. Tamu bule yang super gendut—menggunakan istilah anak saya—saya lihat kembali mengambil makanan. Satu piring ditangan kanannya penuh dengan bermacam roti, dan di tangan kirinya sebuah mangkok hampir tumpah dengan “coco-crunch”.
Melihat perilaku makan bule pagi itu,saya teringat seloroh seorang pembicara dalam suatu seminar yang mengatakan, bila Anda ingin sakit, tirulah gaya hidup orang barat, hiduplah ke barat-baratan…… Dan, memang, sekarang itu yang kita lakukan, kita contoh dan kita pilih menu makan orang barat, kita lupa makanan tradisional yang jauh lebih sehat. Tidak heran, jumlah penduduk Indomesia yang kelebihan berat badan dan obesitas sudah mulai meningkat. Anak-anak kita juga demikian.
Saya kemudian ingat, tingkah laku makan yang tidak sehat, tidak hanya saya lihat di restoran waktu sarapan pagi itu. Dalam suatu pesta perkawinan, gejala yang sama juga terjadi. Coba amati tingkah kita waktu makan dalam undangan itu. Pertama datang yang dicari adalah meja makan kesenangan kita. Sebelum acara dimulai kita kadang-kadang sudah berdiri di dekatnya. Bila sampai waktu makan, kita akan serbu makanan-makanan itu,.
Dari satu meja kita berpindah ke meja lain. Kalau kita sudah mersa bosan atau tidak enak dengan makanan yang dipiring kita, atau kita melihat makanan di suartu meja yang lebih enak, menurut selera kita, makanan itu akan kita buang begitu saja dan kita akan mengambil maknanan lain, yag kelihatannya lebih enak—kita lupa dengan saudara- saudara kita yang masih banyak kelaparan dan kekurangan gizi— Sebelum pulang, semua meja telah kita kunjungi, dan yang terakhir biasanya meja buah. Kita baru ingat makan buah sewaktu perut kita sudah kenyang, makan buah pun akhirnya hanya sekedarnya saja.
Setelah sudah cukup lama duduk di ruang sarapan pagi itu, sementara bule-bule itu masih melanjutkan sarapannya sambil bercengkrama dengan teman-temanya, saya tarik tangan anak saya, “ayo kita ke pantai nak, kita jalan pagi di pantai, nanti kita berenang juga, seperti tiga orang bule yang kelihatan sehat dan bersemangat itu!”.
Dalam perjalanan ke pantai, terbayang juga oleh saya tingkah polah makan bule-bule itu dan tingkah sebagian kita juga, yang makan bukan karena sudah lapar, perlu, butuh, tapi karena menurutkan nafsu, melihat makanan yang enak, ada makanan yang tersedia, untuk kepuasan, hiburan, gengsi dan sebagainya. Dan, kita seola-olah lupa, bahwa makan juga dapat menjadi biang keladi penyakit. Kita seperti juga tidak menyadari bahwa makan akan membentuk dan menentukan siapa kita.
Agama memerintahkan, “makanlah, dan minumlah, tapi jangan berlebihan”. Tuhan tidak menyukainya. Dan, “makanlah makanan yang tidak hanya halal, namun juga yang baik”. Sayang, sekali lagi kita sering mengabaikan perintah Allah ini. Maka tidak heran, penyakit hipertensi, jantung, stroke, diabetes mellitus menjadi ancaman dan penyebab utama kematian kita saat ini.
No comments:
Post a Comment