Pria dan wanita memiliki cara tersendiri dalam menghadapi konflik dan menuntaskan rasa stress.
Para peneliti dari Australia menyelidiki penyebab di balik perbedaan respon yang terjadi antara kedua gender.
Dr. Joohyung Lee dari Prince Henry’s Institute, Melbourne, menyebutkan pria cenderung lebih agresif dalam menghadapi konflik.
Mereka memiliki sikap yang disebut “fight or flight”, yaitu berkelahi atau segera meninggalkan lokasi terjadinya konflik. Misalnya, saat bertengkar dengan pasangan, ada dua opsi tindakan yang akan dilakukan, yaitu melakukan tindakan fisik atau segera pergi dan mengungsi ke tempat yang dirasa lebih tenang. Tidak hanya dengan pasangan, namun juga dengan sesama pria.
Lain lagi dengan wanita. Jika para pria lebih senang bergulat sampai babak-belur, wanita lebih senang menyerang lawannya secara psikis, dengan menangis atau adu mulut. Setelah itu, kaum hawa akan mencari orang lain sebagai tempat bersandar dan mengeluarkan unek-unek. Dukungan moril menjadi kunci bagi para wanita dalam meredakan stress. Demikian seperti dilansir Science Daily.
Teori ini diamini sebuah penelitian lain yang dilakukan oleh professor Vincent Harley dari Monash University. Dalam jurnal Bio Essays edisi minggu kedua Maret ini, Harley menemukan adanya aktivitas hormon yang aktif saat manusia dilanda stress. Harvey menyebutkan, dalam kondisi stress terdapat sejumlah hormon yang dilepaskan ke dalam tubuh. Hormon inilah yang menyebabkan pria lebih agresif dalam menghadapi konflik.
Selain itu, ada pula gen SRY yang memperkencang kinerja jantung dan otak selama masa stress. Gen SRY ini tidak terdapat dalam tubuh wanita, sehingga hormon estrogen menjadi kunci penggerak emosi di saat para wanita mengalami stress.
No comments:
Post a Comment